Minggu, 01 Mei 2016

JALAN MENCAPAI TAQWA

   1. MU’AHADAH (Mengikat Perjanjian)
 
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai Saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)

Cara Mu’ahadah : Hendaklah seorang mu’min berkholwat (menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengintrospeksi diri seraya mengatakan pada dirinya: “Wahai jiwaku, sesungguhnya kamu telah berjanji kepada Rabbmu setiap hari disaat kamu berdiri membaca”.”Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon bantuan”. Wahai jiwaku, bukankah dalam munajat ini engkau telah berikrar tidak akan berhamba selain kepada Allah, tidak akan meminta pertolongan selain kepada-Nya. Tidakkah engkau telah berikrar untuk tetap komitmen kepada shiratal mustaqim yang terbebas dari kerumitan dan liku-liku perjalanan … Tidakkah engkau telah berikrar untuk berpaling dari jalan orang-orang sesat dan dimurkai Allah ? Kalau memang demikian, hati-hatilah wahai jiwaku. Janganlah engkau langgar janjimu setelah Dia engkau jadikan sebagai pengawasmu. Janganlah engkau mundur dari jalan yang telah ditetapkan oleh Islam setelah engkau jadikan Allah sebagai saksimu. Hati-hatilah jangan sampai engkau mengikuti jalan orang-orang yang sesat dan menyesatkan setelah engkau jadikan Allah sebagai penunjuk jalan. Hati-hati wahai jiwaku, jangan engkau ingkar setelah beriman, jangan tersesat setelah engkau mendapat petunjuk, janganlah engkau menjadi fasiq setelah beriltizam (komitmen) … Barang siapa melanggar maka akibatnya akan menimpa dirinya, barang siapa tersesat maka kesesatannya itu akan menimpanya. 


Bila Anda mengharuskan diri untuk komitmen terhadap janji yang diikrarkan 17 kali dalam sehari itu, kemudian anda mewajibkan supaya anda meniti tangga menuju ikrar tersebut … maka anda telah meniti tangga menuju taqwa.

2.      MUSYARATHAH (Penetapan Syarat) (16:91)

Jiwa dan hati memerlukan ikatan janji harian. Jika manusia tidak mengikat jiwanya dengan janji harian niscaya akan mendapati jiwanya telah banyak menyimpang, sebagaimana akan mendapati hatinya telah kesat dan lalai. 


Caranya : Apabila hamba memasuki waktu shubuh dan telah usai melaksanakan shalat shubuh maka hendaknya ia meluangkan hatinya sesaat untuk menetapkan syarat terhadap jiwa seraya berkata kepada jiwa: Aku tidak mempunyai barang dagangan kecuali umur; jika ia habis maka habislah modal sehingga tidak ada harapan untuk melakukan perdagangan dan mencari keuntungan. Di hari yang baru ini Allah telah memberi tempo kepadaku. Dia memperpanjang usiaku dan melimpahkan nikmat kepadaku dengan usia tersebut. Seandainya Allah mematikan aku niscaya aku berandai-andai sekiranya Allah mengembalikan aku ke dunia sehari saja agar aku dapat beramal shalih. Anggaplah wahai jiwa bahwa engkau telah meninggal kemudian dikembalikan lagi ke dunia, maka janganlah sampai kamu menyia-nyiakan hari ini, karena setiap nafas adalah mutiara yang tiada terkira nilainya. Ketahuilah wahai jiwa, bahwa sehari semalam adalah duapuluh empat jam, maka bersungguh-sungguhlah pada hari ini untuk mengumpulkan bekalmu dan janganlah engkau biarkan perbendaharaanmu kosong, dan janganlah kamu cenderung kepada kemalasan, kelesuan dan santai sehingga kamu tidak dapat meraih derajat ‘illiyyin sebagaimana orang selainmu telah mendapatkannya.

3.      MURAQABAH (Pengawasan)


“Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang) dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.” (Asy Syu’araa’ 217-219)

Makna: merasakan keagungan Allah di setiap waktu dan keadaan serta merasaka kebersamaan-Nya di kala sepi ataupun ramai. 

Caranya : Sebelum memulai suatu pekerjaan dan disaat mengerjakannya, hendaklah seorang mu’min memeriksa dirinya … Apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi ataukah karena dorongan ridha Allah dan menghendaki pahala-Nya? Jika benar-benar karena ridha Allah, maka ia akan melaksanakannya kendatipun hawa nafsunya tidak setuju dan ingin meninggalkannya. Kemudian ia menguatkan niat dan tekad untuk melangsungkan ketaatan kepada-Nya dengan keikhlasan sepenuhnya dan semata-mata demi mencari ridha Allah. Itulah hakikat ikhlas. 

Macam-macam Muroqobah :
  1. Muroqobah dalam melaksanakan ketaatan adalah dengan ikhlas kepada-Nya
  2. Muroqobah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total
  3. Muroqobah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab terhadap Allah dan bersyukur atas segala nikmat-Nya
  4. Muroqobah dalam musibah adalah dengan ridha kepada ketentuan Allah serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran.
4.      MUHASABAH (introspeksi diri) setelah Beramal


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Hasyr:18)

Muhasabah ialah : Hendaklah seorang mu’min menghisab dirinya sendiri ketika selesai melakukan amal perbuatan … apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridah Allah? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya’? Apakah dia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?….

5.      MU’AQABAH (Menghukum Diri atas Segala Kekurangan)


“Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah 2:179)

Apabila seorang mu’min menemukan kesalahan maka tak pantas baginya untuk membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang lain dan akan semakin sulit untuk meninggalkannya. Bahkan sepatutnya dia memberikan sanksi atas dirinya dengan sanksi yang mubah (Misalnya dengan menginfakkan sejumlah harta, atau dengan mengerjakan beberapa raka’at shalat sunat). Hal ini merupakan peringatan baginya agar tidak menyalahi ikrar, disamping merupakan dorongan untuk lebih bertaqwa dan bimbingan menuju hidup yang lebih mulia.

6.      MUJAHADAH (Bersungguh-sungguh memaksa diri)


“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al Ankabuut:69)

Apabila seorang mu’min terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
·         Hendaklah amal-amal yang sunnah tidak membuatnya lupa akan kewajiban yang lainnya
·         Tidak memaksakan diri dengan amal-amal sunnah yang di luar kemampuannya

7.      MU’ATABAH (Mencela Diri)
Jalan yang harus Anda tempuh adalah berkonsentrasi menghadapinya lalu menyadarkan akan kebodohan dan kedunguannya. Katakanlah kepadanya, “Wahai jiwa, betapa besar kebodohanmu; kamu mengaku bijaksana, cerdas dan tanggap padahal kamu sangat bodoh dan dungu! Tidakkah kamu tahu di hadapanmu ada sorga dan neraka dan bahwa kamu pasti segera memasuki salah satunya? Mengapa kamu berbangga dan sibuk dengan permainan padahal kamu dituntut perkara yang mahapenting? Hari ini atau esok hari kamu bisa saja kamu meninggal, tetapi mengapa aku melihatmu memandang kematian sangat jauh padahal Allah melihatnya sangat dekat? Mengapa kamu tidak bersiap-siap menghadapi kematian padahal ia lebih dekat kepadamu dari setiap hal yang dekat?

Tujuan munajat orang-orang ahli ibadah adalah mencari ridha-Nya dan maksud celaan mereka adalah memperingatkan dan meminta perhatian. Siapa yang mengabaikan mu’atabah dan munajat berarti ia tidak menjaga jiwanya, dan bisa jadi tidak mendapatkan ridha Allah.

Maraji’
Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa, Mensucikan Jiwa : Konsep Tazkiyatun nafs Terpadu
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah Ruhiyah : Petunjuk Praktis Mencapai Derajat Taqwa 
Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Jadwal Sholat Wilayah Pekanbaru

Translate / Kamus

Foto

Foto
MY FAMILY

Statistik Blog

3538
Diberdayakan oleh Blogger.

Iklan

Waktu adalah Pedang